Breaking News

Pemkab Garut Fokus Perbaiki Pengelolaan Barang Milik Daerah untuk Hindari Korupsi



GARUT, beritaekspos.com - 
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Garut, Teti Sarifeni, menegaskan pentingnya tata kelola Barang Milik Daerah (BMD) yang baik dan sesuai regulasi. 

Dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Sub Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai Manajemen Pengelolaan BMD di lingkungan Pemkab Garut.

Teti menekankan bahwa pengelolaan BMD harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2021. tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan Inventarisasi dan Pelaporan BMD.

Dalam perspektif ini, pengelolaan barang milik daerah tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab administrasi maupun hukum.

Pejabat yang berwenang harus bertanggung jawab dalam mengelola, mengurus, menggunakan, dan mempertanggungjawabkan BMD.

Jika tidak, hal ini bisa berujung pada masalah hukum dan kerugian keuangan negara atau daerah, tegas Teti dalam sambutannya di Ballroom Rancabango Hotel and Resort, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Rabu 29 Mei 2024.

Teti juga mengingatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), terutama yang memiliki nilai belanja modal dan volume aset besar seperti Dinas PUPR, Disperkim, Disdik, Dinkes, Disperindag ESDM, Setda, Dinas Pertanian, dan RSUD dr. Slamet, untuk lebih cermat dalam pengelolaan barangnya.

"Ketidaktertiban dalam pengelolaan bisa berdampak buruk pada kualitas laporan keuangan dan menimbulkan kerugian keuangan daerah. BMD harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif maupun hukum," tambahnya.

Berdasarkan hal tersebut, lanjut Teti, FGD bertujuan untuk mengenali dan mengurai lebih luas dan lebih teknis implementasi Permendagri Nomor 47 Tahun 2021 tentang tata cara pelaksanaan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMD, terutama berkaitan dengan aspek-aspek pelaporan penatausahaan BMD, penggunaan BMD oleh ASN, pemanfaatan BMD, serta pengamanan dan penertiban administratif.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Inspektur Daerah Kabupaten Garut, Natsir Alwi, juga menyampaikan bahwa pengelolaan aset pemerintah daerah tidak hanya berupa BMD yang dimiliki pemerintah daerah, tetapi juga meliputi aset di pihak lain yang dikuasai oleh Pemda.

Pengelolaan aset yang dilakukan dengan kurang bijaksana, imbuhnya, dapat menimbulkan inefisiensi, di mana beban pengeluaran untuk biaya perolehan dan pemeliharaan aset akan lebih besar dibanding manfaat yang diperoleh.

Oleh karena itu, pengelolaan BMD memerlukan tiga fungsi utama: perencanaan yang tepat, pelaksanaan atau pemanfaatan yang efisien dan efektif, serta pengawasan atau monitoring. Ketiga fungsi ini bisa terlaksana dengan strategi yang tepat.

Natsir menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan FGD ini, perlu memperhatikan delapan area utama yang menjadi fokus KPK, yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, peran APIP, manajemen ASN, BMD, dan optimalisasi pajak daerah.

Ia juga menekankan pentingnya memperhatikan 10 titik rawan korupsi dalam pengelolaan BMD yang telah diamanatkan oleh KPK.

10 titik rawan perlu diperhatikan oleh SKPD di Lingkungan Pemkab Garut tersebut adalah : 
1. BMD yang tidak tercatat
2. Pemda tidak memiliki kemauan kuat untuk sertifikasi BMD
3. BMD tidak diamankan secara fisik
4. Pemanfaatan aset tang tidak memberikan nilai tambah bagi pemerintah daerah, sehingga aset dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi
5. Pengadaan BMD tidak berdasarkan kebutuhan
6. Kurang optimalnya koordinasi antara BPKAD dengan OPD teknis sehingga mengakibatkan BMD tidak tercatat
7. Kewajiban Prasarana Sarana Umum (PSU) yang tidak dipatuhi oleg pengembang sehingga masyarakat tidak mendapatkan PSU yang layak
8. BMD yang dikuasai okeh pihak ketiga seringkali dibiarkan oleh Pemda
9. Keterlambatan respon atau temuan hasil audit baik dari Inspektorat maupun BPK
10. Masih ada pegawai yang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, temasuk teman dan keluarga.

"Hal-hal seperti itu ini akan mengakibatkan pertama kerugian daerah, dan kemudian munculnya atau atensinya, atau fokusnya KPK untuk masuk ke kabupaten/kota yang tidak menutup potensi kerawanan," pungkasnya.

Jurnalis : (Beni)

BACA JUGA BERITA LAINNYA